Wartatrans.com, JAKARTA – Himpunan Seni Budaya Islam (HSBI) menggelar diskusi budaya bertema Masa Depan Seni Islam di Galeri Darmin Kopi, Jakarta Selatan, Sabtu (15/11/2025).
Hadir sebagai narasumber Wakil Sekretaris HSBI Budi Sumarno dan Wakil Ketua Bidang Sastra Putra Gara, diskusi menyoroti pentingnya gerakan kolektif dalam mengembangkan seni Islam sebagai medium dakwah dan ekspresi budaya yang inklusif.

Diskusi ini menjadi ajang pertukaran pandangan mengenai potensi dan tantangan dalam menggerakkan seni Islam di tengah perubahan zaman. Dalam pembukaannya, Putra Gara menyampaikan bahwa seni Islam perlu digerakkan secara masif dengan niat yang kuat dan orientasi jihad seni.
“Menggerakkan Seni Islam memang tidak mudah. Perlu kesungguhan dan niat jihad seni. Karena itulah dalam kesempatan kali ini perlu kita diskusikan lalu kita adakan kegiatan yang nyata,” ujar Gara, yang juga dikenal sebagai penulis novel-novel sejarah.
Sementara itu, Budi Sumarno lebih banyak menyoroti potensi syiar Islam melalui media film. Ia menekankan bahwa dakwah tidak selalu harus dilakukan secara verbal, tetapi dapat disampaikan secara visual dengan pendekatan sinematik yang kuat.
“Dakwah tidak harus secara ferbal, tetapi bisa dilakukan melalui film. Pesan-pesan universal bisa disisipkan melalui film tersebut,” kata Budi.
Ia menambahkan, saat ini HSBI melalui Kementerian Kebudayaan tengah menjalankan program Santri Film Festival (Saffest) 2025 sebagai bagian dari edukasi dan pelatihan kreatif kepada kalangan santri.
“Melalui Sanffest ini kita ingin mengedukasi para santri agar bergerak secara kreatif mengabarkan nilai-nilai Islam melalui film,” terang Budi lagi.
Diskusi berlangsung dalam suasana terbuka dan interaktif. Para peserta secara bergantian menyampaikan pandangan terkait kondisi seni budaya Islam saat ini. Beberapa peserta menilai bahwa seni Islam masih kurang mendapatkan ruang dan dukungan memadai.
“Melalui HSBI kami berharap agar Seni budaya Islam dapat tempat dan ruang, tidak hanya berkutat di ruang sempit seperti saat Ramadhan atau pengajian,” ungkap Eka, salah satu peserta.
Senada dengan itu, peserta lain bernama Boy menyoroti bahwa seni budaya Islam selama ini sering kali dianggap eksklusif, sehingga tidak membumi.
“Harus adanya gerakan bersama agar Seni budaya Islam lebih dikenal,” ungkap Boy.
Diskusi yang berlangsung hangat tersebut diakhiri dengan harapan agar HSBI dapat terus menjadi motor penggerak kemajuan seni budaya Islam secara komunal, bukan hanya personal.
“HSBI sebagai rumah besar para pelaku seni budaya Islam, diharapkan menjadi penggerak dari kemajuan seni budaya Islam itu sendiri,” tutup Gara.(****)









